Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. Anggaran disusun berdasarkan
perkiraan atau taksiran yang telah dibuat pemerintah dengan mempertimbangkan
arah dan kebijakan fiskal serta asumsi ekonomi makro Perbedaan antara angka
realiasi dengan anggaran yang telah dibuat merupakan suatu hal yang wajar
terjadi. Walaupun begitu, pemerintah tetap harus menganalisis penyebab
terjadinya varians anggaran supaya lebih tepat dalam memproyeksikan anggaran di
tahun-tahun berikutnya.
Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran dalam Kick Off Meeting
TEPPA 12 Februari 2013 menyampaikan lima permasalahan dalam pelaksanaan APBN
Tahun 2012, yaitu:
1.
Perencanaan
tidak matang, ditandai dengan:
a.
Pendekatan
penyusunan anggaran tidak bottom up
sehingga ada satker di Kementerian/Lembaga yang mendapat alokasi dana untuk kegiatan
yang bukan tupoksinya;
b.
Tingginya
frekuensi revisi anggaran, terutama di bulan Oktober;
c.
Penetapan
target keuangan masih bersifat formalitas di mana rencana per bulan masih
didasarkan pada pembagian seperduabelas alokasi anggaran kegiatan;
d.
Penyerapan
anggaran menumpuk di bulan Desember.
2.
Alokasi
anggaran yang masih terkonsentrasi di Jakarta
3.
Permasalahan
peraturan, sistem dan munculnya kasus pidana dalam Pengadaan Barang/Jasa
4.
Proses
finalisasi APBN-P yang memakan waktu, jumlah hari kerja efektif untuk menyerap
anggaran hanya 22% sedangkan sisanya sebanyak 78% dihabiskan di DPR dan
Kementerian Keuangan
5.
Kementerian/Lembaga
belum memiliki sistem/mekanisme pengendalian untuk realisasi keuangan dan
fisik/kegiatan dari hulu (identifikasi paket dan tender) sampai hilir (serah
terima dengan pihak ketiga).
Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa perencanaan anggaran di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan dan menjadi salah satu penyebab perbedaan angka realisasi dengan anggaran. Seringnya revisi anggaran yang dilakukan satuan kerja juga menunjukkan bahwa perencanaan anggaran yang disusun belumlah tepat dan sesuai kebutuhan di lapangan. Selain itu, penetapan APBN-P seolah menjadi tradisi rutin pemerintah setiap pertengahan tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum dapat memproyeksikan anggaran secara tepat sehingga anggaran pemerintah tidak memiliki ketahanan terhadap perkembangan ekonomi yang terjadi selama tahun berjalan.
Selain kelemahan dalam perencanaan anggaran, perbedaan angka realisasi
dengan anggaran dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Perubahan
asumsi ekonomi makro
Asumsi ekonomi makro merupakan salah satu
pertimbangan utama pemerintah dalam penyusunan anggaran. Asumsi ekonomi makro
mencakup pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga SPN 3
bulan, harga minyak mentah Indonesia, serta lifting minyak dan lifting gas.
Sayangnya, asumsi ekonomi makro yang dibuat pemerintah terkadang belum cukup
memproyeksikan perubahan-perubahan kondisi eksternal yang menjadi dasar asumsi.
·
Tidak
tercapainya target realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 yang disebabkan
terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat krisis ekonomi global yang
menyebabkan berkurangnya permintaan komoditas, turunnya harga komoditas dan
menurunnya perumbuhan ekspor yang mempengaruhi pajak sektor industri pengolahan
·
Kenaikan
harga minyak mentah Indonesia dan kurs dollar menyebabkan kenaikan realisasi
belanja subsidi tahun 2012 terutama dalam subsidi listrik dan subsidi BBM jenis
premium, solar, dan LPG.
2.
Keterlambatan
penyampaian Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) kepada satuan kerja
Terlambatnya proses distribusi DIPA kepada
satuan kerja yang bersangkutan menyebabkan satuan kerja tersebut tidak dapat
segera melakukan pengadaan barang dan jasa karena belum diperbolehkan melakukan
pencairan dana. Akibatnya proses pengadaan menjadi tertunda dan menimbulkan
risiko tidak terealisasinya program yang telah direncanakan.
3.
Tidak
relevannya satuan biaya yang digunakan dalam penganggaran
Perkembangan ekonomi makro dan adanya
kejadian-kejadian istimewa seperti bencana alam dan kelangkaan komoditas dapat
mendorong terjadinya kenaikan harga. Akibatnya satuan biaya yang digunakan
dalam penganggaran tidak relevan dengan keadaan sesungguhnya sehingga dapat
menyebabkan kenaikan realisasi belanja.
4.
Adanya
tumpang tindih peraturan antar instansi atau kementerian
Terdapat beberapa peraturan yang telah
dikeluarkan oleh suatu kementerian/lembaga bertentangan dengan
kementerian/lembaga lain. Akibatnya satuan kerja mengalami kebingungan dan
keragu-raguan dalam melaksanakan kegiatannya sehingga terpaksa melakukan
penundaan pelaksanaan kegiatan. Akibatnya realisasi anggaran menjadi tidak
sesuai dengan perencanaan. Contoh peraturan yang sering bersinggungan adalah pertambangan
dengan lingkungan hidup, perdangan dan perindustrian dengan pertanian, dan
sebagainya.
5.
Kendala
pelaksanan pengadaan barang dan jasa
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, banyaknya
kasus pidana di bidang pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu
permasalahan pelaksanaan anggaran yang terjadi di Indonesia. Pemerintah tentu
harus meningkatkan pengawasan terhadap proses pengadaan untuk menghindari
terjadinya kecurangan. Akan tetapi hal ini menyebabkan kewaswasan dan ketakutan pada panitia
pengadaan maupun kuasa pelaksana anggaran, terutama dalam belanja modal,
sehingga proses pengadaan barang/jasa menjadi terhambat.
6.
Kebijakan
pemerintah pusat
Pada pertengahan tahun 2012, Presiden Republik
Indonesia mengeluarkan Instruksi Presideng Nomor 7 Tahun 2012 terkait langkah-langkah
pengendalian belanja pemerintah pusat. Instruksi tersebut diluarkan dalam
rangka mengurangi dampak risiko fiskal atas penetapan APBN-P. Kementerian
negara/Lembaga diinstruksikan untuk melakukan pengehematan anggaran dan
penundaan anggaran kompensasi yang telah dialokasikan. Akan tetapi pada akhir
tahun kementerian/lembaga diinstruksikan untuk memaksimalkan penyerapan
anggaran. Waktu yang tersedia sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga realisasi
tidak dapat maksimal.
7.
Sanksi
penundaan penerbitan SP2D akibat ketidakdisiplinan satuan kerja melakukan
rekonsiliasi
Dalam rangka pengawasan pelaksanaan anggaran,
satuan kerja pengguna anggaran diwajibkan menyampaikan laporan keuangan setiap
bulan sebagai bahan rekonsiliasi ke KPPN berupa Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, dan Arsip Data Komputer, selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah
bulan bersangkutan berakhir. Akan tetapi, masih banyak satuan kerja yang tidak
disiplin dan terlambat melakukan rekonsiliasi. Berdasarkan
Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-02/PB/2006 sebagaimana yang telah diubah
dengan Perdirjen Nomor 19/PB/2008,
satuan kerja yang terlambat melakukan rekonsiliasi dikenai sanksi penundaan
penerbitan SP2D atas SPM yang diajukan oleh satuan kerja dengan pengecualian
terhadap SPM belanja pegawai, SPM-LS, dan SPM Pengembalian. Hal ini dapat
menyebabkan keterlambatan penyerapan anggaran.
8.
Rencana
penyerapan anggaran belanja belum terproyeksi dengan baik
Satuan kerja belum melakukan perencanaan
penyerepan anggaran dengan baik. Perencanaan yang dibuat cenderung bersifat
formalitas saja dan tidak mencerminkan rencana penyerapan sesungguhnya sehingga
satuan kerja tidak memiliki pedoman kapan untuk melakukan
penyerapan anggaran secara tepat.
9.
Tidak
terlaksananya proyek yang direncanakan
Ada kalanya beberapa proyek yang telah
direncanakan pemerintah menemui kendala dan tidak dapat direalisasikan pada
tahun anggaran berjalan. Akibatnya dana yang telah disediakan dalam APBN tidak
direalisasikan. Contohnya Belanja Hibah pada APBN 2012 terealiasi sebesar 4,19%
karena tidak terlaksananya proyek MRT Pemerintah DKI Jakarta.
10.
Perubahan
peraturan terkait penerimaan negara
Kebijakan terkait perubahan tarif serta
intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dapat mempengaruhi realisasi penerimaan
negara. Misalanya pada tahun 2012, walaupun tidak mencapai target realiasi,
penerimaan perpajakan mengalami peningkatan dari tahun 2011 karena adanya
kebijakan registrasi ulang PKP, sensus pajak nasional, kenaikan tarif cukai
hasil tembakau dan efektifitas peredaran Minuman Mengandung etil alkohol serta
kebijakan lain.
Perbedaan realisasi anggaran dapat membawa dampak positif maupun
negatif. Misalnya saja dalam realisasi perpajakan yang melampaui target, tentu
saja hal ini merupakan hal positif bagi pemerintah karena dapat
menutupi belanja tanpa perlu mencari sumber pembiayaan lain. Akan tetapi, pemerintah tetap harus menelusuri penyebab kenaikan
realisasi tersebut apakah karena semakin efektifnya peraturan perpajakan atau
karena adanya kesalahan perhitungan pajak. Begitu pula dalam belanja
pemerintah, kurangnya realisasi belanja dapat disebabkan adanya efisiensi
belanja atau justru adanya program pemerintah yang tidak terlaksana. Jika
penyebabnya adalah program yang tidak terealisasi, maka hal ini akan berdampak
buruk pada roda ekonomi bangsa.
Perbedaan angka realisasi dengan anggaran dapat menimbulkan
dampak-dampak sebagai berikut:
1.
Bertambahnya
utang negara
Ketika realisasi belanja melebihi pagu anggaran
yang ditentukan sementara realisasi penerimaan tidak mengalami kenaikan atau
justru kurang dari target realisasi, maka pemerintah harus mencari sumber
pembiayaan lain melalui utang. Hal ini tentu akan berdampak pada kenaikan
pembayaran bunga ataupun cicilan pokok utang di tahun anggaran berikutnya.
2.
Tidak
tercapainya program pemerintah
Ketika realisasi penerimaan kurang dari yang
direncanakan sementara pemerintah tidak mendapatkan sumber pembiayaan yang
lain, maka pemerintah seringkali menginstruksikan penghematan dan pemotongan
anggaran kepada kementerian/lembaga. Hal ini akan mengakibatkan tidak tercapai
ataupun tertundanya program pemerintah yang telah direncanakan.
3.
Dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi
Belanja pemerintah
merupakan salah satu sumber utama penggerak perekonomian. Rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah
menyebabkan total pembentukan modal atau investasi sebagai salah satu pendorong
atau stimulus pertumbuhan ekonomi berkurang. Hal ini dapat menyebabkan
berkurangnya peluang penyediaan tenaga
kerja dapat terhambat.
4.
Adanya
dana menganggur
Melalui penyusunan anggaran, pemerintah telah
memperkirakan pengeluaran yang mungkin terjadi di tahun anggaran berikutnya dan
juga melakukan proyeksi pembiayaan. Dana yang tidak dibiayai dari penerimaan
negara biasanya berasal dari utang dan telah disediakan di awal tahun anggaran.
Apabila sampai akhir tahun anggaran realisasi belanja jauh dari target, itu
berarti ada dana menganggur yang tidak digunakan. Padahal dana yang disediakan
dari utang pemerintah harus dibayar kembali ditambah bunga yang telah
ditentukan. Dengan kata lain, pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintah
tidak efektif dan justru mengarah pada pemborosan.
Daftar Pustaka
Abdullah, Syukriy. 2012. Varians
Anggaran Pendapatan dan Varians Belanja Daerah – Sebuah Pengantar. http://syukriy.wordpress.com/2012/10/16/varians-anggaran-pendapatan-daerah/ (diakses pada 1 Februari 2014)
Kementerian Keuangan. 2012. Keterangan Pers: Perkembangan Perekonomian
Terkini dan Pokok-Pokok Perubahan APBN Tahun Anggaran 2012.
Kuncoro, Haryo. 2008. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 1, Nomor
2. Variansi Anggaran dan Realisasi
Anggaran Belanja Studi Kasus Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Kurniawan, Akbar Tri .2012. Defisit
Anggaran Naik, Pemerintah Tambah Utang. www.tempo.co/read/news/2012/02/28/087386927/Defisit-Anggaran-Naik-Pemerintah-Tambah-Utang (diakses pada 1 Februari 2014)
Slide presentasi Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan pada Anggaran kick
off meeting 12 Februari 2013 (diunduh di http://www.dephut.go.id/uploads/files/Data%20Evaluasi%20Realisasi%20Belanja%202012-Percepatan%20Anggaran%202013.pdf)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2012 (Audited)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2011 (Audited)
Padahal kalo diliat dari proses penyusunan Apbn, penetapan anggaran itu sudah gabungan dari top down bottom up lho. Terus di awal biasanya kan KL juga minta banyak, kita kasihnya kadang lebih sedikit. Kecuali kalo memang ada tambahan khusus dari dpr semacam dana optimalisasi itu. Kalo diliat dari sini, jadi semestinya perlu dana optimalisasi gak sih? Apa dpr nya yg terlalu memaksakan kegiatan, ato jg KL nya yg kurang siap dapat tugas mendadak..
BalasHapusTerus lagi tentang apbn-p, belakangan apbnp dipercepat, bisa jd mulai diproses dari maret atau april. Bahkan belum satu semester pun uda revisi, nambah lagi permintaan belanja.. Yg nanti jg ga habis.
Btw tapi penilaian dr realisasi apbn yg sekedar diliat dr sisa uang yg tidak terealisasi itu gak pas di jaman yg katanya PBB