Selasa, 29 April 2014

Mekanisme Keputusan Penentuan Tarif Dasar Listrik

Ketersediaan tenaga listrik adalah salah satu prasyarat mutlak bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai serta dijamin oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan dalam jumlah yang cukup, merata dan bermutu yang pada akhirnya dapat menumbuhkan perekonomian seluruh daerah di Indonesia.
Anggaran subsidi listrik diberikan dengan tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu. Subsidi listrik dialokasikan karena rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL)-nya lebih rendah dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik pada golongan tarif tersebut. Anggaran subsidi listrik juga dialokasikan untuk mendukung ketersediaan listrik bagi industri, komersial, dan pelayanan masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi listrik diharapkan dapat menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana/prasarana dalam penyediaan tenaga listrik.
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, mekanisme penentuan Tarif Tenaga Listrik diatur sebagai berikut:
1)      Pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2)      Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3)      Dalam hal pemerintah daerah tidak dapat menetapkan tarif tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik untuk daerah tersebut dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
4)      Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik.
5)      Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha.
6)      Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dilarang menerapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen yang tidak sesuai dengan penetapan Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Dalam dunia kelistrikan, perhitungan tarif listrik umumnya menggunakan dua metode perhitungan yang biasa digunakan yaitu :
1.       Metode Biaya Pokok Penyediaan (COS/RoR) yang memperhitungkan keuntungan dalam penentuan BPP.
2.       Metode Long Run Marginal Cost, sebagai perhitungan ekonomis yang dipergunakan dalam desain tarif.
Metode cost of service rate of return (embedded cost) menggunakan data-data yang sudah ada (historical data), dalam bentuk laporan keuangan tahunan, sedangkan pada metode Marginal Cost menggunakan data perencanaan. 
Adapun tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :
1.       Menentukan revenue requirement, yaitu tingkat penerimaan yang :
a.       Dapat menutupi biaya operasi listrik perusahaan
b.      Tingkat keuntungan yang wajar dari nilai investasinya (return)
2.       Menentukan struktur tarif , yaitu menentukan tingkat dan pola pembebanan kepada kelas konsumen akibat penggunaan jasa pelaku Usaha listrik melalui :
a.       Alokasi biaya (cost)
b.      Desain tarif, menggunakan Long Run Marginal Cost.
Di Indonesia, perhitungan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik dipengaruhi oleh besaran Biaya Pembangkit dan Biaya Transmisi/Distribusi.
Biaya pembangkit terdiri dari komponen biaya tetap dan biaya variabel yang dipengaruhi oleh unsur-unsur makroekonomi dan industri listrik. Biaya bahan bakar merupakan biaya variabel yang paling signifikan terhadap biaya pembangkit. Biaya variabel lainnya adalah biaya pemeliharaan yang nilainya bergerak sesuai dengan jumlah produksi tenaga listrik oleh pembangkit listrik tersebut. Sedangkan Biaya tetap pembangkit terdiri dari Biaya kepegawaian, Biaya administrasi, Biaya beban bunga dan Penyusutan.
Sementara untuk faktor makroekonomi dan industri terhadap biaya pembangkit dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa hampir semua faktor asumsi, baik makro ekonomi maupun industri, mempengaruhi besaran biaya pembangkit, baik melalui biaya variabel maupun biaya tetap.
Harga ICP, harga batu bara dunia, harga gas dan harga panas bumi akan mempengaruhi biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar. Faktor kurs Rp terhadap USD ini mempengaruhi besaran biaya pembangkit melalui banyak komponen biaya. Komponen biaya yang dpengaruhi secara langsung oleh faktor kurs adalah biaya bahan bakar, biaya material dan jasa borongan yang biasanya berdenominasi valas, biaya beban bunga pinjaman luar negeri, biaya pemeliharaan (berdenominasi Rp namun mengikuti pergerakan nilai USD) dan biaya penyusutan. Sedangkan suku bunga LIBOR hanya mempengaruhi biaya bunga pinjaman, yang merupakan bagian dari biaya tetap pembangkit listrik.
Selanjutnya, dari sisi industri listrik, faktor alpha Pertamina untuk bahan bakar HSD, IDO maupun MFO serta Pajak Pertambahan Nilai BBM mempengaruhi besaran biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar.
Biaya Transmisi/Distribusi adalah  penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di sistem transmisi/distribusi listrik. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya pemeliharaan (material dan jasaborongan), biaya administrasi, biaya kepegawaian, biaya penyusutan dan biaya pinjaman
BPP tenaga listrik akan digunakan sebagai dasar perhitungan subsidi listrik. Biaya Pokok Penyediaan terdiri dari BPP Tegangan Tinggi, BPP Tegangan Menengah dan BPP Tegangan Rendah. Ketiga jenis BPP tersebut memiliki formula perhitungan yang berbeda, perhitungan detailnya adalah sebagai berikut:

Kemudian, berdasarkan persamaan BPP TT, BPP TM dan BPP TR di atas, maka besaran subsidi listrik yang harus dibayarkan pemerintah adalah sesuai dengan persamaan sebagai berikut:

Subsidi = - (Harga Jual Tenaga Listrik - BPP (1+Margin)) x KWH terjual

Besaran subsidi ini diperoleh per golongan tarif dan per jenis tegangan (TT, TM, TR)

Subsidi dalam Tarif Barang Publik
Menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat bersifat langsung (dalam bentuk tunai, pinjaman bebas bunga, dan lain-lain) atau tidak langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa, dan lain-lain).
Leo Kusuma menjelaskan dalam blognya, bahwa pengertian subsidi dalam pendekatan kebijakan pemerintah memiliki perspektif yang berbeda dengan definisi menurut ilmu ekonomi. Sasarannya masih sama, yaitu harga. Dalam hal ini, kebijakan subsidi bertujuan untuk menekan harga penjualan di bawah harga yang umumnya berlaku. Harga jual bisa memiliki dua pengertian, yaitu harga jual yang ditetapkan oleh produsen atau harga jual yang mengikuti harga pasar (market price). Harga jual dalam arti ditetapkan atau ditentukan oleh produsen merupakan harga pokok ditambahkan besarnya keuntungan yang dikehendaki. Besarnya subsidi bisa jadi menggantikan tambahan keuntungan atau tambahan keuntungan ditambah beberapa ongkos produksi yang terhitung pada harga pokok. Ilustrasi tersebut merupakan mekanisme subsidi harga dalam APBN yang digambarkan Leo Kusuma seperti dilihat pada gambar di bawah ini.



Berdasarkan mekanisme subsidi harga tersebut di atas, harga normal yang ditetapkan oleh produsen (misalnya Pertamina dalam hal bensin premium) sebesar Pm (misalnya = Rp 9.900 per liter bensin premium) atau disebut juga harga pasar. Pertamina mendapatkan untung (laba) sebesar Rp3.400 apabila menjual di antara harga Po hingga Pm.  Dalam contoh ini apabila Po (harga pokok Pertamina) sebesar Rp 6.500. Dimana untung (laba) dihitung dari Pm Po= Rp9.900  Rp6.500 = Rp3.400. Dengan adanya kebijakan subsidi, pihak pemerintah membayar kepada pihak Pertamina sebesar rentang harga Ps. Dengan demikian, besarnya subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah sebesar keuntungan/laba(dalam contoh ilustrasi di atas yaitu Rp3.400 per liter bensin premium) atau sebesar keuntungan ditambahkan sebagian besarnya harga pokok apabila penetapan harga jual bensin premium ditetapkan pemerintah lebih rendah dari harga pokok Pertamina.Dalam kasus kedua tentu saja besarnya subsidi yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih besar. Misalnya, apabila pemerintah menetapkan harga jual bensin premium Rp4.500 per liter, maka besarnya subsidi yang dibayarkan pemerintah sebesar Rp 5.400 per liter bensin premium. Hal ini didasarkan pada perhitungan harga pasar (Pm)  harga jual = Rp9.900 - Rp4.500 = Rp5.400.
Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut. Dalam APBN, Belanja Subsidi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain:

Secara umum pelaksanaan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah memiliki tujuan sebagai berikut:
1.       Menjaga stabilitas hargabarang dan jasa di dalam negeri
2.       Memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah
3.       Meningkatkan produksi pertanian, serta memberikan insentif bagidunia usaha dan masyarakat.
4.       Meringankan beban masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, dan sekaligus untuk
5.       Menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan dalam jumlah yang mencukupi, dengan harga yang stabil, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
6.       Menjaga stabilitas harga barang dan jasa didalam negeri
7.       Memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah
8.       Meningkatkan produksi pertanian, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat.
Meskipun subsidi ini memiliki banyak manfaat bagi usaha-usaha dan kepentingan masyarakat, tetapi subsidi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya::
1.       Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya kesempatan (opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi. 
2.       Subsidi menyebabkan distorsi harga.  Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan mengakibatkan:
a.       Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian 
b.      Subsidi menciptakan suatu inefisiensi 
c.       Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak 
3.       Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar.
4.       Mematikan para pesaing, dalam arti pihak swasta yang dirugikan.


Daftar Pustaka

Munawar, Dungtji.  Memahami Pengertian dan Kebijakan Subsidi Dalam APBN. http://www.bppk.depkeu.go.id_bdk_cimahi_attachments_299_Memahami Subsidi.pdf (diakses pada 10 Desember 2013)

http://leo4kusuma.blogspot.com/2012/01/definisi-subsidi-menelaah-kontroversi.html

Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan RAPBN 2014, 2013, Jakarta

Faisal Basri, Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia,  Erlangga, 2002, Jakarta

Atmaja, I Putu Surya. Analisis Kebutuhan Listrik Berkaitan Dengan Penyusunan Tarif Listrik Regional Di Daerah Provinsi Bali Guna Memenuhi Pasokan Energi Listrik  10 Tahun Mendatang. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10384-Paper.pdf
(diakses pada 10 Desember 2013)

Kementerian Keuangan. Kajian Evaluasi Risiko Fiskal Atas Kebijakan Pso Dan Pembentukan Holding Company. http:// www.kemenkeu.go.id_sites_default_files_Kajian_Evaluasi_Risiko_Fiskal_Atas_Kebijakan_PSO_Dan_Pembentukan_Holding_Company.pdf (diakses pada 10 Desember 2013)


Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar