Ketersediaan tenaga listrik adalah
salah satu prasyarat mutlak bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai serta dijamin oleh negara
dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan
pembangunan dalam jumlah yang cukup, merata dan bermutu yang pada akhirnya
dapat menumbuhkan perekonomian seluruh daerah di Indonesia.
Anggaran subsidi listrik diberikan
dengan tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan
golongan tarif tertentu. Subsidi listrik dialokasikan karena rata-rata harga
jual tenaga listrik (HJTL)-nya lebih rendah dari biaya pokok penyediaan (BPP)
tenaga listrik pada golongan tarif tersebut. Anggaran subsidi listrik juga
dialokasikan untuk mendukung ketersediaan listrik bagi industri, komersial, dan
pelayanan masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi listrik diharapkan dapat
menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana/prasarana dalam penyediaan
tenaga listrik.
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2009 Tentang Ketenagalistrikan, mekanisme penentuan Tarif Tenaga Listrik diatur
sebagai berikut:
1)
Pemerintah
sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2)
Pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk
konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan pedoman
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3)
Dalam hal
pemerintah daerah tidak dapat menetapkan tarif tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik untuk daerah
tersebut dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
4)
Tarif
tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional,
daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik.
5)
Tarif
tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha.
6)
Pemegang
izin usaha penyediaan tenaga listrik dilarang menerapkan tarif tenaga listrik
untuk konsumen yang tidak sesuai dengan penetapan Pemerintah atau pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Dalam dunia kelistrikan,
perhitungan tarif listrik umumnya menggunakan dua metode perhitungan yang biasa
digunakan yaitu :
1.
Metode
Biaya Pokok Penyediaan (COS/RoR) yang memperhitungkan keuntungan dalam penentuan
BPP.
2.
Metode Long Run Marginal Cost, sebagai
perhitungan ekonomis yang dipergunakan dalam desain tarif.
Metode cost of service rate of return (embedded
cost) menggunakan data-data yang sudah ada (historical data), dalam bentuk
laporan keuangan tahunan, sedangkan pada metode Marginal Cost menggunakan data
perencanaan.
Adapun tahapan perhitungannya
adalah sebagai berikut :
1.
Menentukan
revenue requirement, yaitu tingkat
penerimaan yang :
a.
Dapat
menutupi biaya operasi listrik perusahaan
b.
Tingkat
keuntungan yang wajar dari nilai investasinya (return)
2.
Menentukan
struktur tarif , yaitu menentukan tingkat dan pola pembebanan kepada kelas
konsumen akibat penggunaan jasa pelaku Usaha listrik melalui :
a.
Alokasi
biaya (cost)
b.
Desain
tarif, menggunakan Long Run Marginal Cost.
Di Indonesia, perhitungan Biaya
Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik dipengaruhi oleh besaran Biaya Pembangkit
dan Biaya Transmisi/Distribusi.
Biaya pembangkit terdiri dari
komponen biaya tetap dan biaya variabel yang dipengaruhi oleh unsur-unsur
makroekonomi dan industri listrik. Biaya bahan bakar merupakan biaya variabel
yang paling signifikan terhadap biaya pembangkit. Biaya variabel lainnya adalah
biaya pemeliharaan yang nilainya bergerak sesuai dengan jumlah produksi tenaga
listrik oleh pembangkit listrik tersebut. Sedangkan Biaya tetap pembangkit
terdiri dari Biaya kepegawaian, Biaya administrasi, Biaya beban bunga dan Penyusutan.
Sementara untuk faktor makroekonomi
dan industri terhadap biaya pembangkit dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Berdasarkan diagram di atas, dapat
diketahui bahwa hampir semua faktor asumsi, baik makro ekonomi maupun industri,
mempengaruhi besaran biaya pembangkit, baik melalui biaya variabel maupun biaya
tetap.
Harga ICP, harga batu bara dunia,
harga gas dan harga panas bumi akan mempengaruhi biaya pembangkit melalui biaya
bahan bakar. Faktor kurs Rp terhadap USD ini mempengaruhi besaran biaya
pembangkit melalui banyak komponen biaya. Komponen biaya yang dpengaruhi secara
langsung oleh faktor kurs adalah biaya bahan bakar, biaya material dan jasa
borongan yang biasanya berdenominasi valas, biaya beban bunga pinjaman luar
negeri, biaya pemeliharaan (berdenominasi Rp namun mengikuti pergerakan nilai
USD) dan biaya penyusutan. Sedangkan suku bunga LIBOR hanya mempengaruhi biaya
bunga pinjaman, yang merupakan bagian dari biaya tetap pembangkit listrik.
Selanjutnya, dari sisi industri
listrik, faktor alpha Pertamina untuk bahan bakar HSD, IDO maupun MFO serta
Pajak Pertambahan Nilai BBM mempengaruhi besaran biaya pembangkit melalui biaya
bahan bakar.
Biaya Transmisi/Distribusi adalah penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di sistem
transmisi/distribusi listrik. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya
pemeliharaan (material dan jasaborongan), biaya administrasi, biaya
kepegawaian, biaya penyusutan dan biaya pinjaman
BPP tenaga listrik akan digunakan
sebagai dasar perhitungan subsidi listrik. Biaya Pokok Penyediaan terdiri dari BPP
Tegangan Tinggi, BPP Tegangan Menengah dan BPP Tegangan Rendah. Ketiga jenis
BPP tersebut memiliki formula perhitungan yang berbeda, perhitungan detailnya
adalah sebagai berikut:
Kemudian, berdasarkan persamaan BPP TT, BPP TM
dan BPP TR di atas, maka besaran subsidi listrik yang harus dibayarkan
pemerintah adalah sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
Subsidi = - (Harga Jual Tenaga Listrik - BPP (1+Margin)) x KWH terjual
Besaran subsidi ini diperoleh per golongan
tarif dan per jenis tegangan (TT, TM, TR)
Subsidi dalam Tarif Barang Publik
Menurut Suparmoko, subsidi
(transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan
sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima
subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi
atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual
yang rendah. Subsidi dapat bersifat langsung (dalam bentuk tunai, pinjaman
bebas bunga, dan lain-lain) atau tidak langsung (pembebasan penyusutan,
potongan sewa, dan lain-lain).
Leo Kusuma menjelaskan dalam
blognya, bahwa pengertian subsidi dalam pendekatan kebijakan pemerintah
memiliki perspektif yang berbeda dengan definisi menurut ilmu ekonomi.
Sasarannya masih sama, yaitu harga. Dalam hal ini, kebijakan subsidi bertujuan
untuk menekan harga penjualan di bawah harga yang umumnya berlaku. Harga jual
bisa memiliki dua pengertian, yaitu harga jual yang ditetapkan oleh produsen
atau harga jual yang mengikuti harga pasar (market price). Harga jual dalam
arti ditetapkan atau ditentukan oleh produsen merupakan harga pokok ditambahkan
besarnya keuntungan yang dikehendaki. Besarnya subsidi bisa jadi menggantikan
tambahan keuntungan atau tambahan keuntungan ditambah beberapa ongkos produksi
yang terhitung pada harga pokok. Ilustrasi tersebut merupakan mekanisme subsidi
harga dalam APBN yang digambarkan Leo Kusuma seperti dilihat pada gambar di
bawah ini.
Kebijakan pemberian subsidi
biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif eksternalitas
dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang
dialokasikan ke barang dan jasa tersebut. Dalam APBN, Belanja Subsidi dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain:
Secara umum pelaksanaan subsidi
yang dilakukan oleh pemerintah memiliki tujuan sebagai berikut:
1.
Menjaga
stabilitas hargabarang dan jasa di dalam negeri
2.
Memberikan
perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah
3.
Meningkatkan
produksi pertanian, serta memberikan insentif bagidunia usaha dan masyarakat.
4.
Meringankan
beban masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, dan sekaligus untuk
5.
Menjaga
agar produsen mampu menghasilkan produk, khususnya yang merupakan kebutuhan
dasar masyarakat, dengan dalam jumlah yang mencukupi, dengan harga yang stabil,
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
6.
Menjaga
stabilitas harga barang dan jasa didalam negeri
7.
Memberikan
perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah
8.
Meningkatkan
produksi pertanian, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat.
Meskipun subsidi ini memiliki
banyak manfaat bagi usaha-usaha dan kepentingan masyarakat, tetapi subsidi juga
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya::
1.
Subsidi
menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar
barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada
kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi.
Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya kesempatan (opportunity
cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang
yang disubsidi.
2.
Subsidi
menyebabkan distorsi harga. Menurut
Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan
mengakibatkan:
a.
Subsidi
besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru
dalam perekonomian
b.
Subsidi
menciptakan suatu inefisiensi
c.
Subsidi
tidak dinikmati oleh mereka yang berhak
3.
Subsidi
dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar.
4.
Mematikan
para pesaing, dalam arti pihak swasta yang dirugikan.
Daftar Pustaka
Munawar, Dungtji. Memahami
Pengertian dan Kebijakan Subsidi Dalam APBN.
http://www.bppk.depkeu.go.id_bdk_cimahi_attachments_299_Memahami Subsidi.pdf
(diakses pada 10 Desember 2013)
http://leo4kusuma.blogspot.com/2012/01/definisi-subsidi-menelaah-kontroversi.html
Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan
RAPBN 2014, 2013, Jakarta
Faisal Basri, Perekonomian Indonesia:
Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia, Erlangga, 2002, Jakarta
Atmaja, I Putu Surya. Analisis
Kebutuhan Listrik Berkaitan Dengan Penyusunan Tarif Listrik Regional Di Daerah
Provinsi Bali Guna Memenuhi Pasokan Energi Listrik 10 Tahun Mendatang. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10384-Paper.pdf
(diakses pada 10 Desember 2013)
Kementerian Keuangan. Kajian
Evaluasi Risiko Fiskal Atas Kebijakan Pso Dan Pembentukan Holding Company.
http:// www.kemenkeu.go.id_sites_default_files_Kajian_Evaluasi_Risiko_Fiskal_Atas_Kebijakan_PSO_Dan_Pembentukan_Holding_Company.pdf
(diakses pada 10 Desember 2013)
Undang Undang Nomor 30 Tahun
2009 tentang Ketenagalistrikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar